TLDR, Internet dan Net-etiket

Posted by Nurasto | September 4, 2014 | Miscellaneous | 0 Comments

Sudah sekian lama saya tidak menulis dalam Bahasa Indonesia dan saya mulai tergelitik dengan kehidupan internet yang berjalan di Indonesia.  Setiap orang punya pandangan masing – masing dan saya juga punya pandangan mengenai internet dan manfaatnya. Internet dahulu adalah tempat yang menyenangkan dan tempat yang menjadikan setiap orang duduk sama rendah dan berdiri sama tinggi. Internet adalah pisau, di satu sisi digunakan untuk hal baik dan di sisi lain digunakan untuk hal yang buruk. Analogi ini menggambarkan tentang bagaimana seseorang memperlakukan atau menggunakan internet demi kepentingannya.

Saya akan membuka sekilas pengalaman pribadi saya. Saya mengenal internet ketika sebagian anda mungkin masih balita atau baru lahir atau bahkan belum ditentukan takdirnya di dunia ini. Sebagian dari anda masih menggunakan mesin ketik dan belum mengenal yang namanya komputer karena komputer pada jaman itu adalah barang yang sangat – sangat mahal. Begitu juga Internet pada jaman dulu adalah hal yang mewah dan untuk mengakses membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Saya mengenal internet pada tahun 1995, internet untuk komersil pada saat itu masih balita.

ISP (Internet Sevice Provider) yang dulu dipakai banyak orang secara komersil adalah WasantaraNet, IndoNet, dan CBN melalui dial-up dengan kecepatan yang jauh dari modem GSM/CDMA anda, yaitu 14.4kbps. Sedangkan LinkNet (bagian dari FirstMedia sekarang) dan TelkomNet Instan datang paling bontot.  Dial-up menggunakan jalur telpon dan perlu adanya proses negosisasi yang dikenal dengan nama HandShaking. Seiring waktu berkembang 36kbps, 56kbps, 128kbps dan akhir masuk broadband yaitu 256kbps ke atas. Jika anda tahu hal yang sama, besar kemungkinan anda seumur saya atau lebih senior dari saya.

Dulu orang berinternet untuk bertemu di dunia maya terutama chatting dan forum, mencari MIDI, membaca berita dan membuat website di GeoCities. Search engine Google pada saat itu pun belum ada. Pemimpin pasar search engine saat itu adalah Yahoo dan Altavista. Social media? tidak ada sama sekali. Orang saling berkunjung website dan meninggalkan pesan di guestbook adalah yang sangat menyenangkan. Friendster pun sempat menjadi tempat yang menyenangkan.

Karena sudah tahu bahwa nantinya akan berkembang pesat maka orang – orang saat itu mengenalkan netiquette atau net-etiket. Saling menghargai seperti layaknya di dunia nyata, jauh sebelum adanya UU ITE. ISP waktu itu menekankan untuk membaca net-etiket di website portal mereka dan ini adalah code of conduct sebelum masuk ke internet, karena waktu itu sekali lagi internet adalah barang baru di negeri ini.

Saya tidak berhasil menemukan dokumen net-etiket tersebut karena harddisk IDE sudah jebol namun saya ingat ada satu dokumen yang dikenal dengan RFC (Request For Comment) dengan nomor 1855 dan masih dalam berbahasa inggris. Ada satu paragraph yang menjadi garis besar:

A good rule of thumb: Be conservative in what you send and
liberal in what you receive. You should not send heated messages
(we call these “flames”) even if you are provoked. On the other
hand, you shouldn’t be surprised if you get flamed and it’s
prudent not to respond to flames.

Pada intinya lebih baik tidak mengirimkan pesan – pesan yang akan menimbulkan konflik dan sebisa mungkin tidak membalas pesan panas  dengan mengabaikan atau menyembunyikan pesan tersebut.

Newsgroup/Mailing List dengan Social Media modern sebenarnya tidak ada bedanya. Sebagai gambaran, kita membuat kanal kita sendiri kemudian kita di invite teman ke kanal dia, otomatis teman kita masuk ke kanal kita. Orang yang berada di kanal kita, otomatis orang – orang bisa membaca pesan kita yang kita poskan.

Kasus seperti Dinda dan Florence adalah bahan renungan tentang bagaimana kita memanfaatkan pisau yang ada. Media sosial kita sudah menjadi tempat yang hiruk pikuk (noise) terutama pada saat pemilihan presiden, saya tidak bisa membendung hasrat orang – orang yang mempunyai kepentingan terhadap event tersebut namun saya punya kemampuan untuk mengontrol mereka di kanal saya.

Menghapus koneksi di media sosial hanya membutuhkan sekian detik tapi media sosial saat ini sudah memiliki fitur elegan dengan memblok posting dari orang yang tidak kita inginkan tanpa harus memutuskan koneksi.

Saya berharap bisa menjadi bagian untuk membangun internet sebagai tempat yang menyenangkan kembali. Semoga :). Salam!.

Sorry, comments are closed

Bit and Bytes

Hello. My name is Dityo Nurasto. I am working as freelance software and web developer.

This is my personal playground. Enjoy your stay and don't hesitate to send comments.

ShoutBox